Minggu, 15 Desember 2019

Akhirnya! Anak Kampung Banjar Bisa ke Luar Negeri dengan Bahagia Bersama AirAsia


Setahun silam, tepatnya pada Oktober 2018 tujuan besar saya untuk bekerja menjadi semakin gamblang; supaya bisa pergi traveling. Barangkali terkesan sombong sekali. Barangkali juga, saya tampak seperti manusia minoritas yang punya pikiran aneh. Bekerja, kok, untuk traveling?

Umumnya, orang memiliki pendapatan untuk beli mobil, rumah, gawai, dan barang bermerek lain. Tentu saya juga ada keinginan serupa. Namun, untuk sementara ini, sebagian besar tabungan dialokasikan untuk traveling. Kira-kira, 70:30 untuk liburan dan investasi. 

Panorama di udara (doc. pribadi)

Obsesi ke Luar Negeri
Kenapa saya ingin traveling? Entahlah. Saya pikir, barangkali saya butuh semangat dan suasana baru yang mana itu bisa didapat salah satunya lewat traveling. Saya jenuh bekerja, jenuh dengan rutinitas, tapi kejenuhan itu mudah saja saya tepis karena obsesi untuk berlibur ke luar negeri jauh lebih kuat.

Oleh sebab perjalanan ke luar negeri ini akan jadi yang pertama kalinya dalam hidup saya, jatuhlah pilihan destinasi ke negara yang dekat saja dulu, di Asia Tenggara. Saya belum memilih negara mana di Asia Tenggara yang akan dituju, tergantung tiket murah yang tersedia. Nah, di sini menariknya.

Saya memutuskan ingin pergi berwisata ala ‘gembel’ alias backpacker. Kebetulan sekali ada satu sahabat saya yang juga hendak traveling ke luar negeri. Jadilah kami merencanakan berangkat bersama. Kami juga punya pikiran yang sama soal gaya traveling. Cocok sudah. Prinsip traveling ala backpacker adalah pertama, menekan anggaran seminimal mungkin, tapi tetap nyaman, tenang, dan selamat sampai tujuan maupun kembali pulang ke tanah air.Kedua, memilih negara tujuan mengikuti penawaran tiket murah yang disediakan. Khusus alasan kedua ini, bisa dibalik jadi memilih negara tujuan dulu baru cari tiket promo. Namun, bagi saya, paling gampang pemilihan negara tujuan mengikuti ke mana tiket promo membawa, hehehe.

Kenapa tujuannya ke luar negeri? Sebetulnya saya punya alasan yang sederhana saja; berjalan ke tempat jauh, mencicipi semua hal baru yang asing di lidah, mata, hidung, kulit, dan telinga saya. Sebagai seorang muslim, saya yakini perintah Allah dalam Alquran kepada manusia untuk membiasakan diri berjalan di muka bumi-Nya yang luas. Berjalan artinya berkunjung ke tempat-tempat baru, sejauh mungkin, sebanyak mungkin. Sebab melalui perjalanan itulah manusia akan menemukan hakikat penciptaannya di dunia sekaligus dapat membuka mata dan hati terhadap sekitar, terhadap perbedaan.


Menyusun rencana perjalanan ke luar negeri (doc. pribadi)


Hidup Prihatin Demi Liburan
Saya coba merantau dari Kampung Joho, Banjarnegara ke pinggiran Ibukota, yakni Kota Bogor. Saya menumpang di rumah kakak kandung yang sudah menikah. Di kota hujan itulah, saya bekerja sebagai freelance tester. Pekerjaan sebelumnya di CSR produk minuman terkenal di Indonesia. Penghasilannya cukup untuk hidup di Kota Bogor.Berangkat pagi pulang sore, lalu akhir bulan setumpuk laporan menanti. Beginilah nikmatnya jadi kuli. Masalah pekerjaan ini cukup menguras energi. Konflik kerja, tenggat program, masalah dengan stakeholder, dan masih banyak lagi.

Semua tantangan itu saya hadapi dengan gagah berani dan tanpa mengeluh. Tiba-tiba saja saya tampak sangat perkasa dan tahan banting karena motivasi traveling sudah menanti di depan mata. Hingga tiba waktu gajian, godaan belum juga selesai. Saya terpikat dengan berbagai macam promo belanja. Saya tahan-tahan keinginan untuk belanja. Saya timbang, perlu atau tidak membeli ini itu. Saya teguhkan hati untuk fokus menabung. Liburan ke luar negeri adalah prioritas!

Mulai menabung (doc. pribadi)

Di samping pekerjaan sebagai freelancer, saya jalani juga bisnis online untuk menambah penghasilan setiap bulan. Saya berjualan frozen food atau makanan beku yang keuntungannya lumayan sebagai tambahan tabungan. Saya tawarkan dagangan saya kepada teman, kolega, semua orang yang saya kenal. Pelan-pelan, saya kumpulkan sedikit demi sedikit penghasilan dari berbisnis kecil-kecilan itu.

Saya juga menghindari betul makan di luar/di restoran. Sekadar membeli secangkir kopi di kafe pun tidak saya lakukan. Apakah hidup super hemat begini menyiksa saya? Oh, tentu tidak. Justru saya merasa lebih bijak mengelola pengeluaran. Lebih sehat juga karena saya makan secukupnya dan seadanya, jauh dari mewah. Nasi, sayur, tahu atau tempe, cukup.

Tabungan Mulai Terkumpul, Impian Semakin Dekat
Tiket murah tidak selalu ada. Biasanya hanya tersedia pada bulan-bulan tertentu, seperti Maret, Agustus, September, Oktober. Saya pelajari hal ini dari teman. Salah satu triknya, begadang!Demi tiket promo, saya lakukan semua usaha yang saya bisa. Bukan cuma saya saja yang berburu, ternyata ada banyak sekali traveler/backpacker yang juga mencari tiket promo. Sebab, dalam hitungan menit tiket promo sudah lenyap.

Sahabat saya yang nantinya akan berangkat bersama saya menawarkan tiket promo ke Yangoon Myanmar Pulang pergi melalui Kuala Lumpur dengan harga murah meriah; Rp 250.000 dari Maskapai AirAsia. Meskipun waktu keberangkatan masih enam bulan lagi, betapa bahagianya saya karena satu tahap menuju impian sudah di tangan. Sembari menunggu hari-H enam bulan lagi, saya gunakan untuk menyiapkan paspor, riset destinasi wisata di Myanmar, menyiapkan rencana perjalanan/itinerary, dan cuti kerja.



Kini, Semua Orang Gampang ke Luar Negeri
Bisa apa orang-orang seperti saya, orang kampung yang ekonominya pas-pasan? Rasa-rasanya, seumur hidup, baru kali ini saya merasa percaya diri akibat tekad kuat bahwa saya pasti bisa menapaki tanah di luar Indonesia. Saya makin optimis bisa berangkat setelah tahu strateginya, yakni ada pada tiket promo.


Contohnya, ke Yangoon Myanmar-Malaysia PP, saya beli tiket promo dari Airasia Rp250.000. Murah, kan? Di kalangan traveler, maskapai satu ini memang sering menawarkan tiket promo gila-gilaan. Itu artinya, orang kampung dengan gaji minimalis seperti saya jadi punya peluang besar untuk jalan-jalan ke mana saja. Semua orang jadi bisa bahagia bersama AirAsia. 

Situasi persiapan take off  Kuala Lumpur - Yangoon (doc. pribadi)

Oh ya, selain Myanmar akhirnya saya memilih Malaysia sebagai negara kedua yang akan dijelajah. Alasannya karena tiket promo yang tersedia murah yakni Malaysia Myanmar PP. Kalau bisa sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, kenapa tidak?

Penawaran tiket promo gila-gilaan dari AirAsia seperti ini memberikan kemudahan bagi siapa saja, masyarakat dari semua golongan ekonomi, untuk bisa pergi ke mana saja. Tentu hal ini memberi pengaruh baik bagi pariwisata global dalam meningkatkan pendapatan negara, kan?

Tiket Kuala Lumpur - Yangoon (doc. pribadi)


Tantangan Belum Selesai: Orangtua Tidak Mengizinkan!
Ketika hendak meminta izin, saya tahu akan ada sedikit adu argumen antara saya dan orangtua. Walaupun sudah memprediksi, tetap saja saya terkejut ketika mendapati orangtua saya tidak mengizinkan saya berangkat ke luar negeri.

“Lebih baik uangnya ditabung,” kata Bapak Ibu.
“Iya, ditabung. Ini juga sudah menabung, tapi untuk jalan-jalan, Pak, Bu…” tegas saya. Saya menyadari betul perbedaan generasi antara kami. Bapak Ibu generasi baby boomer yang tujuan bekerja untuk beli rumah dan hidup mapan. Itu cukup. Ya, saya setuju. Namun, saya hidup di zaman yang kebutuhannya sudah bertambah, yakni kebutuhan akan pengalaman hidup.

Beliau berdua tetap bersikeras melarang saya, tapi karena kami adalah tipe keluarga yang mengedepankan komunikasi terbuka dan diskusi, maka polemik yang terjadi antara saya dan orangtua dapat terselesaikan dengan baik meski tetap saja mereka berat melepas saya pergi.

Saya harus kerja keras merayu dan menjelaskan keuntungan apa yang saya dapatkan ketika saya traveling. Saya katakan bahwa saya sudah dewasa dan akan bertanggung jawab terhadap keputusan yang saya pilih. Saya meminta ridho dan doa restu mereka agar saya bisa berangkat dengan tenang dan selamat.

Saya juga sodorkan tiket murah yang saya peroleh dari AirAsia. Mereka cukup terkejut karena tiket ke luar negeri ternyata bisa semurah itu.

“Apa tidak bahaya harga tiketnya murah begitu? Hidup di negara orang lagi,” tanya Ibu.
“Zaman sekarang sudah lumrah tiket murah ke mana saja, Bu. Saya juga pilih negara di Asia Tenggara karena biaya hidupnya masih cukup terjangkau,” jawab saya.

Akhirnya, izin orangtua berhasil saya kantongi. Yeay!

Pertama Kali ke Luar Negeri;Jelajah Dua Negara!
Negara pertama yang saya kunjungi adalah Malaysia. Saya mulai perjalanan dari Kota Bogor menuju Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta. Pada waktu itu, AirAsia masih berada di terminal 3. Begitu sampai, saya dan satu sahabat saya langsung check in. Oh ya, ini prinsip backpacker juga; tidak beli bagasi. Bermodalkan ransel yang isinya diramu sedemikian rupa seminimalis mungkin agar kebutuhan selama liburan masuk ke dalam tas.

Semuanya berjalan aman. Hanya saja, pada saat itu saya belum tahu di gate berapa saya boarding pass. Jadilah saya menunggu sambil keliling di sekitar gate 9. Perasaan saya tidak karuan pada saat itu. Benarkah saya akan ke luar negeri?

Sampai akhirnya pukul 19.00 saya mulai cari informasi di gate berapa saya boarding. Ketemu! Saya masuk lewat gate 2 dengan tujuan ke Kuala Lumpur. Jadwal penerbangan saya pukul 21.50, sehingga masih harus menunggu. Pukul 21.00 kami mulai boarding pass, kemudian naik bus menuju pesawat. Umumnya pramugari pesawat, mereka ramah dan membantu saya memasukkan ransel ke dalam kabin.


Saya duduk dengan tenang, tapi sebetulnya jantung berdebar kencang. Pesawat mulai mengangkasa dengan mulus. Pada menit ke-15 menuju pendaratan pesawat di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), saya semakin gugup. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di MalaysiaAlhamdulillah, saya mendarat dengan selamat.Awak kabin Airasia membantu saya menurunkan ransel. Kebetulan saya penumpang yang duduk di bagian belakang sehingga turun belakangan. Awak kabin menyapa kami saat hendak turun dari pesawat dan tentu saja sesuai SOP, mereka mengucapkan terimakasih. Saya tidak sabar ingin langsung menikmati keindahan Negara asing pertama yang saya kunjungi ini.Saya segera mencari pintu imigrasi untuk masuk ke Malaysia. Setelah itu, saya mencari tempat untuk mengisi daya ponsel, toilet, dan beli SIM card.


Kota yang damai bernama Malaka

Setelah menikmati Malaysia selama 3 hari, tibalah waktunya saya meninggalkan Malaysia untuk menikmati Negara berikutnya, yakni Myanmar.Jadwal penerbangan saya dari Kuala Lumpur pagi buta. Saya putuskan untuk menginap saja di KLIA (Kuala Lumpur International Airport).Perjalanan menuju Myanmar memakan waktu kurang lebih 1 jam.Saya menikmati saat-saat di mana  pesawat lepas landas.Saya yang masih terkantuk-kantuk jadi segar seketika begitu dari jendela pesawat, langsung disuguhi pemandangan matahari terbit yang memanjakan mata.

Ada cerita menarik selama perjalanan ini. Pada saat kami sudah terbang, tiba-tiba ada penumpang yang epilepsi. Seluruh penumpang panik. Awak kabin segera membantu. Setelah 15 menit berlalu, keriuhan di dalam pesawat pun reda. Penumpang itu normal kembali. Saya sangat mengapresiasi kecepatan penanganan dari awak kabin.Tentu kecepatan adalah hal utama dalam perjalanan, apalagi di langit, di dalam pesawat.


Bedak tanaka untuk pipi, hanya ada di Myanmar

Saya turun di Yangoon International airport dengan lega dan bahagia. Walaupun pada saat itu gerimis, mood saya dalam keadaan sangat prima. Kemudian saya cari imigrasi, lolos, dan siap menikmati keindahan Negara Myanmar.

Ananda Pagoda, Bagan, Myanmar (doc. pribadi)


Akhirnya Ketagihan Traveling Lagi (Lagi dan Lagi)
Pada Oktober 2019 kemarin, saya sudah menjejakkan kaki ke Singapura. Negara ketiga yang saya kunjungi ini juga bisa terwujud karena (lagi-lagi) penawaran tiket promo AirAsia. Saya dapat harga Rp294.000. Sungguh sangat ramah kantong anak kampung Banjar seperti saya ini, hehe.


Tiket Jakarta - Singapore (doc. pribadi) 

Keberangkatan ke Singapura kali ini terminalnya pindah ke terminal 2 Soekarno Hatta. Seperti biasa, saya berangkat dari Bogor. Kali ini juga, pertama kalinya saya solo traveling, tanpa sahabat saya, dengan persiapan yang lebih matang. Saya bersyukur sekali bisa menikmati pengalaman menjelajah untuk kedua kalinya, setelah Myanmar dan Malaysia tahun lalu, tanpa terbebani biaya mahal transportasi.


Merlion Park, ikonik negara Singapore (doc. pribadi)


Perjalanan dari Jakarta menuju Singapura dimulai pukul 18.20 WIB. Saya memasuki pesawat dan disambut oleh pramugari sambil menanyakan nomor kursi. Saya tunjukkan tiket kemudian pramugari mempersilakan saya ke belakang. Saya duduk bersama seorang kakek dari Rusia. Kebetulan kursi kami kosong satu. Sesampainya di Bandara Changi, ternyata saya turun di terminal 4. Saya langsung ke imigrasi sambil mengisi formulir turis dibantu oleh petugas dari India.

Perjalanan Menumbuhkan Kepekaan
Saya meyakini bahwa perjalanan jauh ke banyak tempat di seluruh dunia akan membuka mata dan hati kita terhadap keberagaman yang niscaya. Hati menjadi lebih lembut karena ada ego strength yang harus ditekan kuat. Lisan menjadi lebih terjaga karena ada banyak orang baru dengan beragam sifat yang barangkali mudah tersinggung atas ucapan saya. Sikap menjadi lebih terkendali karena ada adat istiadat/norma/nilai setempat yang perlu dijaga baik.

Semakin jauh saya melangkah, rasanya hati semakin tunduk, semakin khidmat menyimak sekitar, semakin dalam merenungi kehidupan. Bahwa saya, kita semua sebagai manusia, diciptakan bukan hanya untuk makan dan bekerja saja. Kita punya tanggung jawab untuk beribadah serta menjaga bumi dari kesombongan dan keserakahan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Solo Backpacking ke Singapura: Mampir ke 4 Masjid #2

Hidup di negara lain sebagai minoritas itu nggak gampang. Khususnya soal masjid. Untungnya Singapura masih tetanggaan dan banyak orang me...