Sabtu, 08 Desember 2018

Traveling Myanmar 2018 PART 1



Sudah banyak cerita perjalanan dari travel blogger yang tak kalah seru, mungkin lebih menarik juga dari pada saya. Namun, tulisan saya kali ini semoga bisa membantu dari segi estimasi waktu dan biaya ala Gembel Traveler.:D Ketika itu, saya pergi bersama teman supaya bisa share cost untuk transportasi, keamanan, dan lain-lain. Rute perjalanan kami yakni Yangon – Mandalay–BaganYangon.

Perjalanan dari Indonesia ke Kuala Lumpur (KL)
Saya dan seorang kawan, kami berdua berburu tiket dari maskapai yang sering menawarkan promo gila-gilaan. Lebih tepatnya, kawan saya (Rani) yang berburu karena dia lebih berpengalaman traveling. Kami janji bertemu di bandara KL, dan sebelum pergi ke Yangon Kami jalan dulu di Malaysia.

Perjalanan dari Kuala Lumpur Ke Yangon
Dari Kuala Lumpur menuju Yangon Myanmar pukul 06.30. Sampai di Yangon pukul 08.00. Waktu di sana lebih lambat 1 jam 45 menit dari Malaysia. Kami langsung menukar uang di money changer di depan pintu keluar. Tulisannya jelas dan sangat mudah dicari. Saya amati kursnya sama, nggak ada yang lebih besar atau kecil, jadi saya nggak rugi-rugi bangetlah. Dari money changer, kami berjalan kira-kira 20 langkah dan langsung menemukan penjual paket data dan pulsa. Nah ini, kalau dari review traveler, aman menggunakan indosat oreedoo. Segera kami beli untuk 5 hari kedepan. Saya beli 3GB untuk 1 bulan dengan harga 3500KS. Pada perjalanan saya kemarin kurs 1USD = 1500KS. Kalau dirupiahkan kira-kira 1000KS =RP.10.000.

Menuju Sule Pagoda
Masih di bandara, kami langsung cari makan. Kebetulan ada KFC. Saya pesan nasi, ayam, dan air mineral totalnya 2300KS. Setelah makan, kami menuju Kota Yangon menggunakan bis OMNI FOCUS menuju Sule Pagoda dengan harga tiket 500 KS. Mudah sekali dicari karena bis ini berada persis di depan Gate 2.

Bis dari Yangon Internasional Airport menuju Sule Pagoda

Ingat Bis di Jawa Tengah
Saya pikir, bis di Myanmar ini lebih ganas dari bis yang pernah saya naiki saat mahasiswa dulu. Transportasi di Yangon bisa dibilang cukup ekstrim. Saya nggak lihat motor berkeliaran di jalan besar. Jadi makin mempermudah usaha supir bis untuk ngebut macam di sirkuit F1. Meskipun begitu, bis nggak bisa sembarangan diberhentikan karena di sana ada halte. Beda dengan taksi, transportasi paling umum di Myanmar, bisa diberhentikan di mana saja. Cuma, taksi mahal banget, gengs. Dari bandara ke Sule Pagoda naik taksi dapat harga normal 10.000 KS.

Terjebak di Sule Pagoda. Nggak Bisa Ke Mana-mana
Setelah naik roaler coaster (maksudnya bis yang ngepot sana-sini itu), kami menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit untuk sampai ke Sule Pagoda. Sampai di lokasi, saya jalan sambil menikmati Kota Yangon yang mendung menuju travel agent untuk membeli tiket ke Bagan. Ini juga mudah banget dicari, meskipun harus banyak bertanya karena tulisan yang mirip cacing di seluruh sudut kota tentu nggak bisa kami pahami. Lokasi travel agent masih di sekitar Sule Pagoda.
Arahnya dari tempat berhenti bis lurus sampai Sule Pagoda belok kanan sedikit, dekat traffic light, dan penjualnya bisa Bahasa Inggris jadi lebih mudah kami berkomunikasi. Di situ, kami nggak langsung ambil tiket ke Bagan karena naiknya harus ke Terminal Aung Mingalar. Ini jauh banget, perjalanannya 1 jam. Kami nggak sanggup harus kesana. Mana gendongan berat, bok! Biaya naik taksi ke terminal itu juga mahal 10.000 KS. Ada referensi lain katanya yang dekat Yangon Railway Station, tapi saya nggak mencari kesana. Duh, punggung mau rontok!

Sule Pagoda, Yangon

Rencana yang Nggak Sesuai Kenyataan
Benar sekali itu meme yang sering membandingkan antara ekspektasi dan realita. Bedanya bisa jauh banget. Saya sudah membuat itinerary agar sesuai dengan apa yang sudah kami rencanakan. Namun, kenyataannya, bikin saya kudu ngelus dada. Sabaaaaaarrrrr!
Saya putuskan untuk jalan kesana kemari, tanya ke orang-orang. Tiba-tiba saya didekati oleh seorang kakek yang baik hati dan bisa Bahasa Inggris! Ini paling penting, hahaha. Kami diajak muter nyari tiket ke Bagan. Nggak jauh dari traffic light ada travel agen juga. Gampang nyarinya karena ada gambar beberapa maskapai dan bis diatasnya. Di sini, tiket ke Bagan juga habis.
Kami berpisah dengan kakek baik hati ini dan tetap melanjutkan perburuan tiket, sampai berkeliling Sule Pagoda dan nggak menemukan titik terang. Tiba-tiba ada orang menghampiri kami, dia bisa bicara Bahasa Inggris. Kami berkenalan dan dia mau mengantar kami ke travel agent dengan berjalan kaki. Cukup jauh, nggak saya rekomendasikan karena saya sendiri lupa alamatnya. Ternyata disana pun tiket habis.
Bapak penjaga agen merekomendasikan kami nggak ke Bagan tapi ke tempat lain. Sempat bingung dan kesal, karena kami benar-benar ingin ke Bagan. Akhirnya saya membuat opsi, meminta salah satu dari kami kembali ke travel agent yang dekat Sule Pagoda. Nggak masalah deh kalau harus ke Aung Mingalar. Rani kawan saya yang kembali ke travel sebelumnya, sementara saya menunggu lumayan lama. Dan teman saya telpon ternyata tiket Bagan habis, adanya Mandalay. Padahal sebenarnya Mandalay nggak ada sama sekali dalam rencana kami, karena kami sudah hunting Bagan dan Inle Lake. Tanpa pikir panjang kami beli tiket Mandalay, berharap bisa ke Bagan dari Mandalay.
Kami yang sudah memesan hostel di Inle terpaksa batal diinapi alias hangus. Kami merancang jadwal dengan waktu kami yang hanya 5 hari untuk 3 kota dan jaraknya jauh-jauh. Kami nggak mau waktu jadi terbuang untuk perjalanan. Yah, apa boleh buat. Beginilah jadinya. Kami ke Bagan tapi harus ke Mandalay dulu karena tiket yang langsung menuju Bagan sudah habis.
Oh ya, saya nunggu di tempat ini nggak sendirian. Saya bersama salah seorang mahasiswa Yangon University jurusan Bahasa Inggris. Pria inilah yang sejak menemani saya di travel agent ini, pada akhirnya ngajak saya nikah dong! Yasalaaaaam! Saya ceritain di bagian lain deh nanti.

Keliling Pulau yang Pernah Kena Tsunami
Setelah dapat tiket ke Mandalay dengan harga 18.000KS, kami menuju hostel bersama teman baru naik taksi. Ongkos taksinya dibayari oleh teman baru kami ini, dan ngga mau diganti. Kami transit di Hostel 9. Saya merekomendasikan penginapan ini yang bisa diakses melalui aplikasi Agoda.
Banyak traveler dari seluruh dunia menginap disini. Di hostel, kami bersih-bersih, charge HP, menyimpan ransel, istirahat, dll.
Pukul 15.00 kami diajak pergi berkeliling kesebuah pulau. Disebut Island. Kami naik kapal, tidak begitu lama. Saya nggak tahu apakah nama tempat ini memang dinamakan Island. Pengucapan orang Myanmar berbeda dengan orang Indonesia. Di Island, lingkungan dan suasananya mirip dengan daerah pedesaan di Indonesia.
Di Island juga ada beberapa destinasi wisata, seperti Snake Pagoda, tempat pembuatan Longyi (mereka menyebutnya Longji), dan Shwe Sandaw Pagoda.

Snake Pagoda, Yangon

Selama berkeliling di Island, kami menggunakan Thuk-thuk (Mirip Bajaj, hanya saja lebih kinclong dan kekinian). Sebagian besar tempat wisata disini merupakan tempat ibadah, yakni pagoda. Saya nggak menghabiskan waktu lama di Yangon karena akan kembali lagi pada hari terakhir. Jadi nanti lagi aja deh jalan-jalannya, pas terakhir ada di Myanmar.
Pukul 18.00 kami kembali menyebrang ke Yangon, bersiap ke Terminal Aung Mingalar. Saya naik Grab Car dan ongkosnya 10.000KS. Saran saya jangan terlalu mepet kalau di Yangon sedang traffic jam. Selain jaraknya jauh, agak sulit juga menemukan agen bisnya. Saat supir Grab datang, meskipun nggak bisa Bahasa Inggris, beliau saya kasih tiketnya. Intinya saya minta diantar ke agen bis ini.

Makanan Halal
Begitu sampai di terminal, saya beli makan di sekitar agen bis. Cukup unik dan butuh perjuangan soal makan ini, mengingat saya muslim dan tentu harus mengonsumsi makanan halal. Saya datang ke warung makan sambil membuka google, mencari gambar babi lalu menunjukkan kepada penjual makanan di warung makan tersebut. Saya bilang,No this.” sambil menunjuk ponsel. Seluruh pengunjung yang sedang makan pun langsung senyum-senyum melihat kami. Menunya ayam dan nasi dengan campuran kacang hijau. Disediakan juga sayur rasanya asem. Saya membayar 1800KS sudah termasuk air mineral. Ini juga perlu jadi pertimbangan, dari Indonesia saya sudah bekal oat, biskuit dan susu, ternyata berguna, jujur lidah saya tidak cocok dengan makanan Myanmar.
Pukul 21.00 kami naik bis dan diberi kartu kalau kami barang-barang kami dititipkan di bagasi, sesuai nomor kursi. Perjalanan memakan waktu kira-kira 10 jam. Ada istirahat sebentar,tapi saya bilang ke kondektur kalau saya nggak mau turun, mau tidur aja.

Anggaran Biaya Hari 1
PAKET DATA
3500 KS

SARAPAN
2300 KS

BIS
500 KS

TIKET MANDALAY
18.000 KS

MAKAN MALAM
1800 KS

TAKSI KE TERMINAL
10.000 KS/2 ORANG
INI SHARE COST SAMA TEMEN SAYA

36.100 KS
31.100 KS



 edit by Sekar Ayu W


Senin, 03 Desember 2018

GENRE BARU

ASSALAMU'ALAYKUM.

Setahun ngga posting sama sekali, pas cek-cek blog kok membuat tercengang. Why???
betapa alay nya saya pada waktu itu hiks....jadilah saya memutuskan hapus-hapus postingan saya yang dulu.

Mulai dari tulisan sampah, curhatan anak kos dipenghujung waktu, skripshit yang tak kunjung selese, sampai kekesalan sama pemerintah pun saya tulis. Alhasil gaes, tulisannya acak-acakan, bahkan bisa-bisa nih, yang baca sesak nafas. Ohhh noooo
Sayang ngga sih?ngga lah, kalo tulisan saya sebelumnya dipelihara malah malu-maluin saya wkwkwwk.

Kapan menulis Blog?

Saya mulai menulis blog karena ikut-ikutan, berawal dari baca Blog orang  Univ sebelah kok lucu-lucu. Jadilah temen saya bikin, nah baru saya bikin, dan ngga ada yang tau Blog saya wkwkwkwk....memang sengaja silent, maksudnya biar blog ini jadi salah satu tempat katarsis (mengekspresikan perasaan). Tepatnya pada tahun 2013, rajin banget nulis, soalnya skripsi ngga di acc mulu, biar nampak rajin di depan laptop sama adek kos. ehhh ngga taunya...nulis-nulis ngga jelas.

Kenapa Judulnya "Genre Baru"?

Postingan saya yang selanjutnya pengen fokus ke traveling, atau eksplorasi budaya, daerah, kota bahkan negara yang unik. Tujuannya cuma satu, memudahkan dan memberikan referensi lain buat para traveler. Smoga ya...


Solo Backpacking ke Singapura: Mampir ke 4 Masjid #2

Hidup di negara lain sebagai minoritas itu nggak gampang. Khususnya soal masjid. Untungnya Singapura masih tetanggaan dan banyak orang me...